Kamis, 11 September 2014

Penjelasan dan Fungsi Partai Politik

Peberadaan partai politik adalah keniscayaan di dalam negara demokratis. Aneka kehendak, sikap politik seluruh rakyat harus diperhatikan dan disalurkan. Namun hal itu mustahil dilakukan satu demi satu. Partai politik bertugas mengumpulkan, mengolah, menyusun, memandu dan merumuskan kehendak rakyat.
Dalam karya monumentalnya Dasar-Dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo (1988) menyatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

Ia juga mengutip definisi dari tiga pakar ilmu politik. Pertama adalah Carl J. Friedrich (1967) yang dalam buku Constitutional Government dan Democracy: Theory and Practice in Europe and America menyatakan: “A political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages.” (Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinannya dan, berdasarkan penguasaan itu memberikan kepada para anggota partainya berbagai manfaat dan keuntungan yang bersifat ideal maupun material). Kedua, Roger H. Soltau (1961) yang dalam buku An Introduction to Politics mendefinisikan partai politik sebagai “A group of citizens more or less organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies.” (Partai politik adalah sekelompok warganegara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih – bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.” Ketiga, Sigmund Newmann yang dalam buku Modern Political Parties mengemukakan: “A polical party is the articulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group of groups holding divergent views.” (Partai politik adalah organisasi para aktivis politik yang berusaha menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang berpandangan beda).

Selain itu ia juga menegaskan bahwa partai politik berbeda dengan gerakan (movement), kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau – kadang-kadang – bahkan ingin menciptakan suatu tatanan masyarakat yang baru sama sekali. Gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas, fundamental, bersifat ideologis. Orientasi itu mengikat kuat para anggotanya dan dapat menumbuhkan suatu identitas kelompok yang kuat. Namun organisasinya kurang ketat dibandingkan dengan partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan tidak mengadu nasib dalam pemilihan umum.
Partai politik juga bukan sekadar kelompok penekan (pressure group) atau kelompok kepentingan (interest group) yang memperjuangkan suatu kepentingan dan memengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok ini pun tidak berusaha mendapatkan kursi di dalam dewan perwakilan rakyat. Orientasi kelompok ini juga jauh lebih sempit ketimbang partai politik yang – karena mewakili berbagai golongan – lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Dari segi disiplin organisasi, gerakan dan kelompok penekan lebih longgar daripada partai politik.

Fungsi partai politik
Dalam negara demokratsi, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai:
Sarana komunikasi politik: menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa guna meminimalisasi kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat. Aspirasi yang terserap itu kemudian dirumuskan sebagai program partai, untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).
Sarana sosialisasi politik: memengaruhi sikap dan orientasi politik masyarakat melalui berbagai cara yang tidak melanggar undang-undang. Partai politik yang ingin memenangi pemilihan umum selalu berusaha menciptakan citranya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan memperjuangkan kepentingan umum.
Sarana rekrutmen politik: mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Selain memperluas partisipasi politik rakyat, dengan demikian partai juga mengembangkan kaderisasi kepemimpinan (selection of leadership) di lingkungannya sendiri maupun kepemimpinan nasional.
Sarana mengelola konflik (conflict management): mengatasi terjadinya berbagai konflik kepentingan (conflict of interests) yang lazim terjadi dalam alam demokratis, misalnya melalui penggabungan kepentingan (interest aggregation) dan bersama-sama merumuskannya (intertest articulation) guna menghindari pertentangan yang berlarut-larut dan kontraproduktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Klasifikasi Partai
Faktor-faktor pendorong timbulnya partai-partai politik:

  • Persamaan kepentingan dalam mata pencaharian, misalnya: Partai Buruh, Partai Tani, dsb.
  • Persamaan cita-cita tentang sistem kenegaraan, misalnya: Partai Nasional, Partai Sosialis, dsb.
  • Persamaan keyakinan keagamaan, misalnya: Partai Islam, Partai Kristen, dsb.

Jenis partai politik dapat dibedakan dengan melihat dasar, sikap dan komposisi atau fungsi anggotanya:
Dasar Partai
Partai Afeksi, yaitu partai yang didirikan berdsarkan kecintaan anggota-anggotanya kepada orang atau keturunan tertentu, misalnya: Partai de Gaulles, Partai Bonaparte, dsb.
Partai Kepentingan, yaitu partai yang didirikan berdasarkan kepentingan para anggotanya, misalnya: Partai Buruh, Partai Tani, dsb.
Partai Ideologi atau Agama, yaitu partai yang berazaskan persamaan cita-cita politik atau persamaan agama para anggotanya, misalnya: Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Katolik, Partai Nasional Indonesia, dsb.
Sikap Partai
Partai Radikal, yaitu partai yang tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin mengubahnya secara cepat hingga ke akar-akarnya (Lat. radix : akar).
Partai Progresif, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin mengubahnya secara berangsur-angsur.
Partai Konservatif, yaitu partai yang merasa puas dengan keadaan sekarang dan ingin mempertahankannya.
Partai Reaksioner, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin kembali ke keadaan sebelumnya.
Komposisi dan fungsi anggotanya
Partai Massa, yaitu partai yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota.
Partai Kader, yaitu partai yang mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja para anggotanya.

Penggolongan Maurice Duverger (1967) dalam buku Political Parties didasarkan pada jumlah partai dalam suatu negara:

  • Multi Partai, yaitu jika dalam suatu negara terdapat banyak partai. Di dalam negara yang menganut sistem multi partai pada umumnya tidak ada partai yang menjadi mayoritas atau memiliki kursi (suara) terbanyak di parlemen. Akibatnya pemerintahan sering harus dilakukan ‘bersama-sama’ dalam suatu kabinet koalisi atau kabinet pelangi.
  • Dwi Partai, yaitu jika hanya terdapat dua partai (terbesar/ mayoritas meskipun memungkinkan adanya partai-partai lain yang kecil/ gurem) di dalam negara. Partai yang menang dalam pemilihan umum biasanya menjadi partai pemerintah sedangkan yang kalah menjadi partai oposisi.
  • Partai Tunggal, yaitu jika hanya terdapat satu partai yang dipertahankan keberadaannya sebagai partai pemerintah dan negara mencegah timbulnya partai baru.

MacIver menggolongkan partai politik sebagai berikut:
Golongan Kanan (Partai Konservatif). Azasnya memerhatikan kapitalisme dengan penguasaan politik yang sekecil-kecilnya kecuali dalam hal bea yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis dan industrialis.
Golongan Ekstrim Kanan (Partai Reaksioner). Azasnya memerhatikan kapitalisme dengan penguasaan politik yang sekecil-kecilnya kecuali dalam hal-hal yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis, militeristik dan insyaf akan kelas-kelas masyarakat.

Tentang Perencanaan Keuangan

Krisis moneter mondial semakin mudah terjadi dalam era kesemrawutan global. Bahkan negara-negara adidaya pun kelabakan menghadapinya. Kebijakan yang semula diagung-agungkan bisa saja tiba-tiba dicemooh sebagai penyebab krisis yang berdampak luas. Laju inflasi sering tak terbendung bahkan oleh para ekonom yang paling jempolan di seluruh dunia. Persaingan terpapar apalagi tersamar membuat semua terkena hantaman krisis global hingga menggelepar. Di kalangan masyarakat, baik yang sudah punya anggaran yang bagus dan diamalkan dengan baik dan benar maupun dan terlebih-lebih yang memikirkannya pun belum pernah, mengeluh: “Semakin tua, dunia tak semakin bijaksana, bahkan makin kejam saja.”
disiplin

Tak sedikit yang berpandangan negatif. “Buat apa anggaran? Harta saya takkan habis untuk tujuh turunan!” atau “Buat apa merencanakan keuangan jika pada saat krisis begini saya tetap terkena dampaknya?” atau “Penghasilan saya pas-pasan. Apa perlunya perencanaan?” Tapi mungkin juga ada yang berpikir positif: “Untunglah saya sudah mengantisipasi segala kemungkinan terburuk itu dengan sebuah anggaran yang bisa saya laksanakan secara disiplin dengan komitmen meraih masa depan yang lebih baik!” Yang terakhir ini mungkin sudah menyadari bahwa investasi adalah menunda kenikmatan sekarang untuk memperoleh imbal hasil yang lebih besar di masa mendatang dengan paradigma baru tentang pentingnya anggaran: This is not about how much money you earn, but how much money you can save.

siklus anggaran sesungguhnya bukan hanya kewajiban orang kaya untuk mempertahankan dan mengembangkan kekayaannya, tetapi juga bagi kelas menengah ke bawah guna meminimalisasi kegamangan dalam menghadapi masa depan yang semakin unpredictable. Dengan perencanaan, kita menyiapkan diri terhadap berbagai kemungkinan dan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap anugerah kehidupan.

Beragam Sifat Orang Indonesia

Orang Indonesia sangat dikenal sebagai orang yang lunak dan sabar dalam menghadapi orang lainnya. Ramah, banyak senyum, dan menunjukkan gerakan-gerakan yang lamban bila berjalan kaki. Apakah yang dapat diartikan dari observasi demikian tentang orang Indonesia ini? Beberapa cirinya dapat diperinci di bawah ini:

Tidak bisa tepat waktu. Kalau datang ke tempat pekerjaan ia terlambat dari waktu yang telah ditentukan. Kalau diundang rapat, datangnya terlambat.
Tidak bisa mengemukakan pendapatnya di muka umum, di muka atasannya. Kalau atasan menanyakan pendapat si bawahan tentang penyelesaian suatu masalah sosial darinya, maka ia akan mengatakan, “Itu bagaimana Bapak saja.” Dalam pertemuan-pertemuan ia akan lebih berperan sebagai pendengar yang baik, namun bila ia mengangguk belum berarti mengiyakan.
Karena dirinya ramah, maka ia mengharapkan orang lain juga akan bersikap ramah. Apabila orang lain itu ternyata tidak bersikap ramah padanya, maka ia akan cepat menutup dirinya terhadap orang lain itu. Ia akan tetap tersenyum namun hatinya telah ditutupnya. Oleh karena itu pula ia sering disebutkan sebagai orang yang tertutup.

Gejala dan perilaku yang disebutkan di b) dan c) menimbulkan pola komunikasi yang searah dari atas ke bawah dalam organisasi perusahaan, terlebih lagi dalam organisasi instansi pemerintah yang dengan kuat memperlihatkan hubungan feodalistis dan perbedaan yang tajam antartingkat dalam hirarki organisasi. Dari keadaan lalu lintas di jalan-jalan di Indonesia yang serba semrawut itu dan serba kacau, dapat ditarik beberapa informasi yang penting pula tentang sifat-sifat orang Indonesia.
Kurang disiplin. Peraturan-peraturan lalu lintas tidak ditaati lagi, dan polisi yang bertugas menjaga ketertiban lalu lintas pun tak mampu mengaturnya lagi. Polisi juga kehilangan sejumlah kewibawaannya karena kelakuannya sendiri.

Lemahnya kewibawaan pengawasan. Hal ini dapat timbul oleh karena si pengawas sendiri telah melakukan hal-hal yang menurunkan kewibawaannya sehingga ia kurang dihargai oleh masyarakat.
Kurang menghargai keselamatan jiwa orang lain, atau juga kurang mempunyai rasa tanggung jawab. Para pengemudi menjalankan kendaraannya secara (kecepatan dan sikap) yang tidak bertanggung jawab melanggar ketentuan-ketentuan peraturan jalan raya yang berlaku, sehingga jiwa orang lain terancam keselamatannya, atau bahkan celaka. Orang lain akan ada di jalan raya dengan perasaan was-was atau takut.

Segi lainnya yang tak jarang dijumpai adalah keadaan kekayaan yang dimiliki yang kurang terpelihara, memberikan informasi sebagai berikut:
Kurang menghargai suatu kekayaan yang telah dimiliki, baik itu milik pribadi maupun milik negara. Bangunan maupun mesin-mesin kurang terpelihara, gudang dan wc kotor sekali dan berbau tak sedap.
Kurang menjaga lingkungan kerja maupun lingkungan hidup sehari-hari. Hal ini juga memperlihatkan sifat pemalas.

Tidak menyediakan anggaran biaya untuk keperluan pemeliharaan atas kekayaan yang dimiliki. Hal ini memperlihatkan tata nilai para pembuat keputusan anggaran yang kurang kesadarannya tentang kerugian jangka panjang yang akan dialami akibat keputusannya itu yang keliru.

Pengawasan atas keadaan kekayaan yang kurang memadai. Para atasan dalam suatu instansi bisa rajin mengawasi kebersihan dan keutuhan harta kekayaan hanya untuk waktu pendek saja, yaitu beberapa bulan saja setelah upacara-upacara peresmian. Setelah itu mereka menjadi acuh tak acuh atas benda-benda tadi.
Inventarisasi atas kekayaan kurang diperhatikan. Daftar kekayaan harta benda instansi atau perusahaan tidak dipelihara dengan baik, atau sama sekali tidak dipunyai. Hal demikian menyebabkan terjadinya kehilangan kekayaan milik negara yang besar, tanpa dapat diketahui oleh si atasan. Kebocoran anggaran, baik di instansi pemerintah maupun di lingkungan perusahaan terjadi dengan cukup mencolok, sehingga telah menimbulkan kekhawatiran pada para anggota badan legislatif maupun para anggota badan eksekutif.
Anggaran pengeluaran yang efektif digunakan untuk membiayai pembangunan maupun kegiatan rutin, menurut studi orang Jogja, mengalami kebocoran sekitar 30 persen. Banyak petunjuk yang menyatakan bahwa petugas pelaksana yang harus diawasi oleh atasannya dan atasannya itu telah bekerjasama dalam berbagai hasil atau kebocoran tersebut. Undang-Undang antikorupsi tak sampai jadi kenyataan (yang benar-benar efektif menjerakan – Ruhcitra).

Anggaran penerimaan yang harusnya masuk ke kas negara juga telah mengalami kebocoran. Ada yang memperkirakan bahwa besarnya kebocoran itu adalah sekitar 30 persen, meskipun ada hasil studi yang mengemukakan kebocoran itu ada sekitar 85 persen. Tindakan pemerintah untuk membebastugaskan pegawai Bea dan Cukai dari sejumlah tugasnya adalah suatu bukti nyata tentang hal ini. Demikian pula halnya dengan larangan bagi petugas pajak untuk berhubungan dengan para wajib pajak, merupakan bukti nyata lainnya.

Tidak sesuainya penggunaan anggaran dengan tujuan penyediaannya, merupakan bentuk kebocoran yang lain. Praktik demikian berlangsung tanpa dapat direkam secara resmi, dan benda atau jasa seperti apa yang terwujud dari penggunaan anggaran tersebut pun tak diketahui dengan resmi di luar apa yang dituliskan dalam laporan.

Laporan fiktif. Telah diberitakan secara resmi dalam surat kabar bahwa banyak sekali laporan fiktif yang dijumpai dalam administrasi pemerintahan, maupun dalam administrasi perusahaan, bukti adanya praktik pembukuan ganda. Gejala ini menimbulkan kebutuhan akan aktivitas ‘turba’ dari para atasan maupun ‘pengawasan melekat’ menurut istilah populernya.

Pengertian Politik Dari Para Ilmuwan

Masing-masing orang yang ahli dalam bidang politik mengemukakan pendapat dan definisi mereka masing-masing tentang "Politik" , beberapa pernyataan tentang hal tersebut adalah sebagai berikut :

Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).
Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes … the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states …).

J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”

W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society … its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist … centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).

Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).

David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).

Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).

Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”
Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”

Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.” Idrus Affandi mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”
Masih banyak pengertian tentang politik dan atau ilmu politik yang disampaikan para ahli. Namun dari yang sudah terkutip kiranya dapat dipahami bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan azas dan ciri khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai lembaga yang dinamis).
Sumber : Wikipedia

Pengertian Umum Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon.

Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).