Dalam karya monumentalnya Dasar-Dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo (1988) menyatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
Ia juga mengutip definisi dari tiga pakar ilmu politik. Pertama adalah Carl J. Friedrich (1967) yang dalam buku Constitutional Government dan Democracy: Theory and Practice in Europe and America menyatakan: “A political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages.” (Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinannya dan, berdasarkan penguasaan itu memberikan kepada para anggota partainya berbagai manfaat dan keuntungan yang bersifat ideal maupun material). Kedua, Roger H. Soltau (1961) yang dalam buku An Introduction to Politics mendefinisikan partai politik sebagai “A group of citizens more or less organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies.” (Partai politik adalah sekelompok warganegara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih – bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.” Ketiga, Sigmund Newmann yang dalam buku Modern Political Parties mengemukakan: “A polical party is the articulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group of groups holding divergent views.” (Partai politik adalah organisasi para aktivis politik yang berusaha menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang berpandangan beda).
Selain itu ia juga menegaskan bahwa partai politik berbeda dengan gerakan (movement), kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau – kadang-kadang – bahkan ingin menciptakan suatu tatanan masyarakat yang baru sama sekali. Gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas, fundamental, bersifat ideologis. Orientasi itu mengikat kuat para anggotanya dan dapat menumbuhkan suatu identitas kelompok yang kuat. Namun organisasinya kurang ketat dibandingkan dengan partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan tidak mengadu nasib dalam pemilihan umum.
Partai politik juga bukan sekadar kelompok penekan (pressure group) atau kelompok kepentingan (interest group) yang memperjuangkan suatu kepentingan dan memengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok ini pun tidak berusaha mendapatkan kursi di dalam dewan perwakilan rakyat. Orientasi kelompok ini juga jauh lebih sempit ketimbang partai politik yang – karena mewakili berbagai golongan – lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Dari segi disiplin organisasi, gerakan dan kelompok penekan lebih longgar daripada partai politik.
Fungsi partai politik
Dalam negara demokratsi, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai:
Sarana komunikasi politik: menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa guna meminimalisasi kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat. Aspirasi yang terserap itu kemudian dirumuskan sebagai program partai, untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).
Sarana sosialisasi politik: memengaruhi sikap dan orientasi politik masyarakat melalui berbagai cara yang tidak melanggar undang-undang. Partai politik yang ingin memenangi pemilihan umum selalu berusaha menciptakan citranya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan memperjuangkan kepentingan umum.
Sarana rekrutmen politik: mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Selain memperluas partisipasi politik rakyat, dengan demikian partai juga mengembangkan kaderisasi kepemimpinan (selection of leadership) di lingkungannya sendiri maupun kepemimpinan nasional.
Sarana mengelola konflik (conflict management): mengatasi terjadinya berbagai konflik kepentingan (conflict of interests) yang lazim terjadi dalam alam demokratis, misalnya melalui penggabungan kepentingan (interest aggregation) dan bersama-sama merumuskannya (intertest articulation) guna menghindari pertentangan yang berlarut-larut dan kontraproduktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Klasifikasi Partai
Faktor-faktor pendorong timbulnya partai-partai politik:
- Persamaan kepentingan dalam mata pencaharian, misalnya: Partai Buruh, Partai Tani, dsb.
- Persamaan cita-cita tentang sistem kenegaraan, misalnya: Partai Nasional, Partai Sosialis, dsb.
- Persamaan keyakinan keagamaan, misalnya: Partai Islam, Partai Kristen, dsb.
Jenis partai politik dapat dibedakan dengan melihat dasar, sikap dan komposisi atau fungsi anggotanya:
Dasar Partai
Partai Afeksi, yaitu partai yang didirikan berdsarkan kecintaan anggota-anggotanya kepada orang atau keturunan tertentu, misalnya: Partai de Gaulles, Partai Bonaparte, dsb.
Partai Kepentingan, yaitu partai yang didirikan berdasarkan kepentingan para anggotanya, misalnya: Partai Buruh, Partai Tani, dsb.
Partai Ideologi atau Agama, yaitu partai yang berazaskan persamaan cita-cita politik atau persamaan agama para anggotanya, misalnya: Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Katolik, Partai Nasional Indonesia, dsb.
Sikap Partai
Partai Radikal, yaitu partai yang tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin mengubahnya secara cepat hingga ke akar-akarnya (Lat. radix : akar).
Partai Progresif, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin mengubahnya secara berangsur-angsur.
Partai Konservatif, yaitu partai yang merasa puas dengan keadaan sekarang dan ingin mempertahankannya.
Partai Reaksioner, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan sekarang dan ingin kembali ke keadaan sebelumnya.
Komposisi dan fungsi anggotanya
Partai Massa, yaitu partai yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota.
Partai Kader, yaitu partai yang mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja para anggotanya.
Penggolongan Maurice Duverger (1967) dalam buku Political Parties didasarkan pada jumlah partai dalam suatu negara:
- Multi Partai, yaitu jika dalam suatu negara terdapat banyak partai. Di dalam negara yang menganut sistem multi partai pada umumnya tidak ada partai yang menjadi mayoritas atau memiliki kursi (suara) terbanyak di parlemen. Akibatnya pemerintahan sering harus dilakukan ‘bersama-sama’ dalam suatu kabinet koalisi atau kabinet pelangi.
- Dwi Partai, yaitu jika hanya terdapat dua partai (terbesar/ mayoritas meskipun memungkinkan adanya partai-partai lain yang kecil/ gurem) di dalam negara. Partai yang menang dalam pemilihan umum biasanya menjadi partai pemerintah sedangkan yang kalah menjadi partai oposisi.
- Partai Tunggal, yaitu jika hanya terdapat satu partai yang dipertahankan keberadaannya sebagai partai pemerintah dan negara mencegah timbulnya partai baru.
MacIver menggolongkan partai politik sebagai berikut:
Golongan Kanan (Partai Konservatif). Azasnya memerhatikan kapitalisme dengan penguasaan politik yang sekecil-kecilnya kecuali dalam hal bea yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis dan industrialis.
Golongan Ekstrim Kanan (Partai Reaksioner). Azasnya memerhatikan kapitalisme dengan penguasaan politik yang sekecil-kecilnya kecuali dalam hal-hal yang protektif. Sikapnya imperialis, nasionalis, militeristik dan insyaf akan kelas-kelas masyarakat.